Feeds:
Pos
Komentar

Archive for Februari, 2010


Minggu, 26 November 2006 @ 13:17:27
ANCAM PAKAI PISAU, GURU CABULI MURID DI KELAS

*** PADA saat para guru memeringati Hari Guru Nasional yang jatuh pada 25 November, perilaku Eddy Murjono sungguh tak pantas disebut sebagai pendidik. Guru di SMP Budi Waluyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu kerap kali mencabuli murid-murid perempuan di sekolah tersebut.

Bagi siswa yang tak mau melayani nafsu bejat si guru, mereka bakal diancam. Kejadian itu menimpa seorang siswa, sebut saja Mawar. Dia diancam dengan pisau dapur agar tidak melaporkan perilaku bejat Eddy yang meraba-raba (maaf) payudaranya itu.

“Ada yang mengaku dilecehkan sejak kelas 7 (kelas 1 SMP). Sampai sekarang siswa itu duduk di kelas 8, perbuatan itu masih berlangsung. Ada juga siswi yang masih diperlakukan tak senonoh meski anaknya sudah berjilbab,” tutur Widianis Indranata, aktivis Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik). Dia yang mendampingi korban saat melaporkan kasus itu ke Mapolrestro Jakarta Selatan, Sabtu (25/11).

Pencabulan oleh Eddy Murjono, guru ekonomi dan komputer kelas 7 SMP Budi Waluyo, diduga telah dilakukan setahun lebih. Sejumlah siswi di SMP bagi anak berkebutuhan khusus itu mengaku menjadi korban. Namun, sebagian besar orangtua mereka tidak berani melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang.

Mawar saja mengaku telah dua kali diperlakukan tidak senonoh. Awalnya, pada 10 September 2006, ketika tengah mengikuti pelajaran ekonomi, Mawar duduk di bangku belakang ruang kelas. Kelas itu hanya berisi empat siswi dan tiga siswa. Saat itu Eddy berdiri di belakang Mawar, mulai membuka kancing baju, lalu memasukkan tangannya ke dalam baju siswi itu dan memegang payudaranya.

Sebelum kejadian itu, Arno (bukan nama sebenarnya), ketua kelas, meminta izin ke kamar mandi. Rupanya Arno melihat kejadian tersebut dari jendela kelas. Arno termasuk siswa yang memiliki kemampuan sosialisasi cukup sehingga dijadikan ketua kelas.

Kejadian serupa berulang saat pelajaran sedang berlangsung di laboratorium komputer. Eddy sebagai guru komputer menyuruh dua siswa putra untuk memanggil siswa lainnya yang tengah tertidur di ruang kelas. Ruang kelas itu terletak di lantai II, sedangkan ruang laboratorium di lantai I.

Saat itu murid yang masih berada di ruang laboratorium adalah empat siswi yaitu Mawar, Melati, Anggrek, dan Bunga –semua bukan nama sebenarnya. Namun, Mawar mengaku tak ingat lagi kapan tanggal persisnya. Karena curiga, dua siswa putra itu kemudian kembali ke laboratorium dan mengintip dari jendela.

Dua siswa itu melihat Eddy hendak memegang (maaf) payudara Melati. Namun, Melati menepis keras tangan Eddy sembari berkata: “Ngapain bapak pegang-pegang?” Eddy pun berbalik menuju Mawar dan kejadian serupa terulang kembali. Eddy mulai membuka kancing kemeja Mawar dan memasukkan tangannya untuk memegang payudara Mawar.

Usai pelajaran komputer, semua murid kembali ke ruang kelas di lantai II kecuali Melati yang diminta mematikan seluruh komputer. Selanjutnya Eddy menyuruh Melati agar memanggil Mawar yang tengah menunggu di luar untuk masuk kembali ke laboratorium komputer itu.

Saat Melati pergi ke ruang kelas, Mawar masuk kembali ke laboratorium itu. Saat Mawar masuk, Eddy langsung mencekal leher Mawar dari belakang sembari memegang pisau dan mengancamnya. “Pak Eddy minta saya tidak cerita sama guru lain, teman lain, atau ke orangtua. Kalau tidak, dia akan membunuh saya. Saya bilang iya saja, habis takut sih,” tutur Mawar polos.

Kedua korban itu sebenarnya sudah mengadukan kejadian itu kepada guru agama mereka. Guru agama itu mencatat semua laporan itu dan berpesan agar jika kejadian tersebut terulang kembali mereka harus segera berteriak. Rupanya kejadian yang menimpa dua siswi itu menjadi perbincangan di antara siswa-siswi lainnya dan para orangtua yang setiap hari menunggu di sekolah. Kedua siswi itu pun melaporkan kejadian yang menimpa mereka kepada guru BP (bimbingan dan penyuluhan). Sama seperti guru agama itu, guru BP pun mencatat semua laporan pengaduan mereka.

Datangi sekolah
Sejumlah orangtua siswa kemudian mendatangi sekolah tersebut di Jalan Cimanggiri III/15, Blok Q4, Kebayoran Baru, Sabtu (25/11). Mereka mendesak pihak Yayasan memecat Eddy Murjono yang telah melakukan pelecehan seksual kepada sejumlah siswi.

Menurut pengakuan beberapa siswa, pelecehan itu dilakukan Eddy nyaris setiap hari. Ironisnya, korban adalah anak-anak yang memiliki keterbatasan daya tangkap dan anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata atau disebut juga ABK (anak berkebutuhan khusus).

Pertemuan pihak yayasan dengan orangtua dilakukan kira-kira pukul 12.00, menunggu usainya proses belajar mengajar. Kedatangan orangtua siswa itu didampingi Deputi Menteri Bidang Perlindungan Perempuan pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Irma Alamsyah Jayaputra.

Irma membawa surat dari Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta yang intinya meminta agar pelaku diberi sanksi hukum seberat-beratnya karena telah mencederai hak-hak anak di sekolah itu. Surat itu ditandatangani Meutia Hatta pada 25 November 2006. Namun, Irma yang menemui perwakilan Yayasan Budi Waluyo, tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Pihak yayasan hanya bersedia bertemu dengan orangtua korban.

Pihak yayasan menutup diri dari wartawan yang bermaksud mengkonfirmasi kasus tersebut. Bahkan wartawan dihalangi untuk mengikuti pertemuan yayasan dan perwakilan orangtua itu. Warta Kota yang menanyakan keberadaan Eddy Murjono kepada beberapa guru setempat, hanya mendapat jawaban: “Wah, saya tidak tahu Mas.”

Padahal sepeda motor Yamaha Jupiter B 6273 PCY yang biasa dipakai Eddy masih terparkir di dalam lingkungan sekolah itu. Petugas keamanan sekolah juga mengaku tidak tahu kalau Eddy keluar dari lingkungan sekolah. “Wah saya nggak lihat tadi. Keluar apa nggak, saya juga nggak tahu,” tutur petugas satpam itu.

Menurut Cindy (42), salah satu orangtua korban, Sabtu (25/11) itu adalah kesepakatan deadline bagi pihak yayasan untuk menindak pelaku. Namun, hingga kemarin tidak ada sanksi apa pun yang dijatuhkan yayasan kepada pelaku. “Mereka bilang, itu urusan pribadi, bukan urusan yayasan. Pihak yayasan hanya akan bertindak jika ada bukti dan kekuatan hukum tetap bahwa pelaku bersalah. Padahal sebelumnya mereka berjanji akan mengambil tindakan hari ini,” ungkap Cindy.

Cindy menuturkan, dua minggu sebelumnya, dia mendatangi Kepala SMP Budi Waluyo, Sudiyono, dan mendesak agar pelaku dipecat. Sudiyono menolak dan meminta orangtua menunggu hingga Januari 2007. “Saya tolak, bagaimana nanti keselamatan anak saya dan siswi lainnya. Akhirnya dicapai kesepakatan pihak sekolah meminta waktu dua minggu untuk menunggu keputusan dari rapat yayasan. Tapi, sampai waktunya sekarang, belum juga ada keputusan itu,” tandasnya.

Karena pertemuan dengan pihak yayasan menemui jalan buntu, orangtua siswa pun mengadukan kasus pelecehan itu ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polres Jakarta Selatan, kemarin. Laporan pengaduan itu bernomor: 2304/K/XI/2006/RES, JAKSEL, yang ditandatangani Kepala SPK III, Iptu R Sartoto.

Karena kekhawatiran adanya perlakuan serupa yang akan menimpa putra-putri kesayangannya, beberapa orangtua siswa mempertimbangkan untuk memindahkan mereka ke sekolah lain. “Kemungkinan besar begitu. Siapa yang bisa menjamin anak-anak akan aman berada di sana?” tanya Cindy. (wk/kcm/04)

Rubrik ini telah dikunjungi sebanyak 698 kali
BERITA
Minggu, 16 Nov 2008
63 PENDERITA HIV/AIDS di BOGOR MENINGGAL
Sabtu, 15 Nov 2008
ABORSI MENGGUNAKAN JAMU KIAN MENINGKAT
Jumat, 14 Nov 2008
750 BALITA di DEPOK KURANG GIZI
Jumat, 14 Nov 2008
PENGETAHUAN SISWA REMAJA TENTANG REPRODUKSI RENDAH
Jumat, 14 Nov 2008
BAKTERI MULUT TERNYATA BISA MEMBUAT MAKANAN LEBIH ENAK
POLLING
Untuk menjaga kesehatan ibu, pertumbuhan dan perkembangan anak, jarak kelahiran anak pertama dan kedua sebaiknya:
satu tahun
dua tahun
tiga tahun
empat tahun
lima tahun

Read Full Post »